Beranda > Ahlussunnah Versus Wahabi, Biografi Salaf Saleh, Tasawuf Di Indonesia > Bahkan Imam Ahlussunnah Terkemuka Sekelas Ibn Hajar al-Asqalani Dituduh Sesat Oleh Kaum Wahabi!!! Na’udzu Billah!!

Bahkan Imam Ahlussunnah Terkemuka Sekelas Ibn Hajar al-Asqalani Dituduh Sesat Oleh Kaum Wahabi!!! Na’udzu Billah!!

Silahkan kunjungi blog/web berikut ini, sangat penting untuk memperdalam aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah dan membongkar aqidah sesat semacam Wahabi; klik

Malasah yang paling banyak mendapat pengingkaran keras dari kaum Musyabbihah [kaum Wahabi di masa sekarang] yang sangat benci terhadap Ilmu Kalam adalah pembahasan nama-nama atau sifat-sifat Allah. Mereka seringkali mengatakan bahwa ungkapan istilah-istilah seperti al-jism (benda/tubuh), al-hadaqah (kelopak mata), al-lisan (lidah), al-huruf (huruf), al-qadam (kaki), al-jauhar (benda), al-‘ardl (sifat benda), al-juz’ (bagian), al-kammiyyah (ukuran) dan lain sebagainya, dalam pembahasan tauhid adalah perkara bid’ah. Mereka mengatakan bahwa dalam mentauhidkan Allah tidak perlu mensucikan Allah dari istilah-istilah tersebut. Menurut mereka pembahasan seperti itu bukan ajaran tauhid yang diajarkan Rasulullah, dan karenanya, -menurut mereka-, hal semacam itu bukan merupakan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Sesungguhnya mereka yang mengingkari istilah-istilah yang biasa dipakai oleh Ahli Kalam Ahlussunnah, tidak lain adalah karena mereka sendiri menyembunyikan akidah tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya) dalam hati mereka. Dan sebenarnya dari semenjak dahulu seperti itulah ungkapan-ungkapan kaum Musyabbihah untuk menyembunyikan keburukan akidah mereka. Karena itu bukan rahasia bahwa kaum Musyabbihah sangat membenci kaum tolog Ahlussunnah, menyesatkan mereka dan bahkan mengkafirkan mereka.

Di antara barisan kaum Musyabbihah sekarang yang sangat apriori terhadap istilah-istilah dalam Ilmu Kalam tersebut adalah kaum Wahhabiyyah. Dalam berbagai masalah akidah, kaum jumud yang sangat keras kepala ini hanya berkiblat kepada Ibn Taimiyyah. Semua akidah Tasybih dan Tajsim yang ada pada Ibn Taimiyyah dengan sangat rapih mereka ikuti setiap jengkalnya, seperti berkeyakinan bahwa Allah bertempat di atas arsy, Allah memiliki bentuk dan ukuran, nereka akan punah, dan lain sebagainya. Anehnya; mereka sangat membenci filsafat, padahal sebenarnya Ibn Taimiyah ini adalah orang yang telah jauh masuk dalam wilayah filsafat yang gelap gulita, sebagaimana diakui oleh muridnya sendiri; adz-Dzahabi dalam risalah Bayan Zagl al-‘Ilm Wa ath-Thalab dan dalam an-Nashihah adz-Dzahabiyyah.

Simak tulisan salah seorang pimpinan mereka yang bernama ‘Abdullah ibn Baz dalam buku yang ia tulis sebagai bantahan terhadap Syekh Muhammad ‘Ali as-Shabuni, berjudul Tanbihat Hammah ‘Ala Ma Katabahu as-Syaikh Muhammad ‘Ali as-Shabuni Fi Shifatillah. Lihat dalam cetakan Jam’iyyah at-Turats al-Islami, Kuwait, h. 22, Ibn Baz menuliskan sebagai berikut:

“Sesungguhnya mensucikan Allah dari dari al-Jism (bentuk/tubuh), as-Shimakh (gendang telinga), al-Lisan (lidah), al-Hanjarah (tenggorokan) bukanlah model pembicaraan orang-orang Ahlussunnah. Akan tetapi hal semacam itu merupakan bahasan-bahasan para Ahli Kalam yang tercela yang mereka buat-buat saja” (lihat Tanbihat Hammah, h. 22).

Tidak hanya Syekh Ali ash-Shabuni saja yang mendapat serangan keras dari orang-orang semacam Ibn Baz atau orang-orang Wahhabi lainnya, bahkan tanpa sungkan sedikitpun mereka telah menyesatkan para ulama sekelas al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani, al-Imam al-Hafizh an-Nawawi, al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi dan para ulama terkemuka lainnya. Namun yang sangat mengherankan; di saat yang sama mereka juga menggunakan karya-karya para ulama Ahlussunnah tersebut sebagai referensi kajian mereka. Hasbunallah.

Simak tulisan salah seorang pemuka kaum Wahhabiyyah; ‘Abd ar-Rahman ibn Hasan, yang merupakan cucu dari Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, pendiri gerakan Wahhabi. Dalam tulisannya, setelah ia mengungkapkan kesesatan kaum Jahmiyyah sebagai kaum yang menafikan sifat-sifat Allah (Mu’aththilah), ia kemudian mengatakan:

“Kesesatan kaum Jahmiyyah ini kemudian diikuti oleh kaum Mu’tazilah dan kaum Asya’irah dan beberapa kelompok lainnya. Karena itu mereka semua telah dikafirkan oleh banyak kalangan Ahlussunnah” (Lihat buku mereka berjudul Fath al-Majid, cet. Maktabah Darussalam, Riyadl, 1413-1992, h. 353).

Tulisan ‘Abd ar-Rahman ibn Hasan di atas adalah sikap yang sama sekali tidak apresiatif terhadap ulama Ahlussunnah. Ia menutup matanya sendiri untuk mengelabui orang lain; bahwa sesungguhnya kaum Asy’ariyyah tidak lain adalah kaum Ahlussunnah. Tahukah dia atau memang pura-pura tidak tahu bahwa Ibn Hajar seorang Asy’ari??? Adakah orang semacam ‘Abdurrahman ibn Hasan, atau orang-orang Wahhabi lainnya, yang berkeyakinan bahwa Allah bertempat di atas arsy, mansifati-Nya dengan gerak dan diam, atau turun dan naik; pantas di katakan Ahussunnah?! Demi Allah, mereka sedikitpun tidak layak untuk dikatakan Ahlussunnah. Klaim bahwa hanya kelompok mereka saja yang berhaluan Ahlussunnah adalah bohong besar. Adakah mereka tidak melihat [atau karena memang buta mata hatinya] bahwa barisan ulama Ahlussunnah adalah kaum Asy’ariyyah; para pengikut al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari?! Adakah orang semacam Ibn Taimiyah yang berkeyakinan tasybih; mengatakan bahwa Allah memiliki bentuk dan duduk di atas arsy, pantaskah ia untuk dijadikan panutan dalam masalah akidah?!

Simak pula tulisan pemuka Wahhabi lainnya, Shalih ibn Fauzan al-Fauzan, dengan tanpa sungkan ia berkata:

“Kaum al-Asy’ariyyah dan kaum al-Maturidiyyah adalah kaum yang menyalahi para sahabat dan Tabi’in, juga para Imam madzhab yang empat dalam kebanyakan permasalahan akidah dan dasar-dasar agama. Karenanya mereka tidak layak untuk diberi gelar Ahlussunnah Wal Jama’ah” (Lihat dalam karyanya berjudul “Min Masyahir al-Mujaddidin Fi al-Islam; Ibn Taimiyah, Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab”. Cet. Dar al-Ifta’, Saudi Arabia, 1408 H, h. 32).

Pemuka wahhabi lainnya bernama Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, salah seorang pendakwah ajaran Wahhabi terdepan, dalam salah satu bukunya berjudul Liqa’ al-Bab al-Maftuh menusikan sebagai berikut:

“Soal: “Apakah Ibn Hajar al-‘Asqalani dan an-Nawawi dari golongan Ahlussunnah atau bukan?”. Jawab (‘Utsaimin): “Dilihat dari metode keduanya dalam menetapkan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah maka keduanya bukan dari golongan Ahlussunnah”.
Soal: “Apakah kita mengatakan secara mutlak bahwa keduanya bukan dari golongan Ahlussunnah?”. Jawab: “Kita tidak memutlakan” (Lihat buku dengan judul Liqa al-Bab al-Maftuh, cet. Dar al-Wathan, Riyadl, 1414 H, h. 42).

Saya, abou fateh katakan: “Semacam itulah ungkapan-ungkapan yang selalu dibahasakan oleh para pembenci kaum Sunni, dari dahulu hingga sekarang. Dan itulah jalan satu-satunya yang mereka miliki untuk menyembunyikan akidah tasybih yang mereka yakini”.

Berikut ini dari Tulisan al-Imâm al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 852 H) dalam karyanya sangat mashur Fath al-Bari dalam menjelaskan kesucian Allah dari tempat dan arah, beliau
menuliskan:

“Bahwa arah atas dan arah bawah adalah sesuatu yang mustahil atas Allah, hal ini bukan berarti harus menafikan salah satu sifat-Nya, yaitu sifat al-‘Uluww. Karena pengertiannya adalah dari segi maknawi bukan dari segi indrawi. (Dengan demikian makna al-‘Uluww adalah Yang maha tinggi derajat dan keagungan-Nya, bukan dalam pengertian berada di arah atas). Karena mustahil pengertian al-‘Uluww ini secara indrawi. Inilah pengertian dari beberapa sifat-Nya; al-‘Aali, al-‘Alyy dan al-Muta’li. Ini semua bukan dalam pengertian arah dan tempat, namun demikian Dia mengetahui segala sesuatu” (Fath al-Bari, j. 6, h. 136).

Pada bagian lain dalam kitab yang sama tentang pembahasan hadits an-Nuzul beliau menuliskan sebagai berikut:

“Hadits ini dijadikan dalil oleh orang yang menetapkan adanya arah bagi Allah, yaitu arah atas. Namun demikian kayakinan mayoritas mengingkari hal itu. Karena menetapkan arah bagi-Nya sama saja dengan menetapkan tempat bagi-Nya. Dan Allah maha suci dari pada itu” (fath al-Bari, j. 3, h. 30).

Pada bagian lain beliau menuliskan:

“Keyakinan para Imam salaf dan ulama Ahlussunnah dari Khalaf adalah bahwa Allah maha suci dari gerak, berpindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, menyatu dengan sesuatu. Dia tidak menyerupai segala apapun” (Fath al-Bari, j. 7, h. 124).

Wa shallallahu Ala Sayyidina Muhammad Wa Sallam
Wa al-Hamdu Lillahi Rabbil Alamin.

  1. saifullah
    Agustus 6, 2010 pukul 2:15 pm

    pakdhe..pakdhe…kok cara nulisnya gini terus sih….hmmmm jan jan…..ga ilmiah pakdhe…balas ke emailku ja kalo mau…

  2. Agustus 18, 2010 pukul 5:02 pm

    berhentilah kita sbagai sesama muslim saling menghujat saling menyesatkan tidak bisa kah kita hidup berdampingan dgn keyakinan kita yg kita anggap benar tanpa menyalahkan org yg tak sepaham dgn kita marilah kita belajar berjiwa besar tidak di bonsay tidak di kungkung menerima kebenaran …..

  3. September 7, 2010 pukul 1:49 pm

    perpecahan umat ini sunnatullah, dan sudah disinyalir Rasulullah dalam hadits2nya.. anda harus memperjelas posisi anda!!!

  4. September 7, 2010 pukul 1:59 pm

    Semua catatan yang diposting di sini dengan referensi yang bisa dipertanggungjawabkan…

  5. abdurrahman
    Oktober 2, 2010 pukul 9:33 am

    assalamu’alaikum wr.wb

    semoga Alloh memberikan keberkahan dan kebaikan kepada anda dan keluarga, terimakasih atas pencerahan dan ilmunya ustad!

  6. ABDUL HAKIM
    Januari 3, 2011 pukul 12:01 am

    sudah saatnya kita tanamkan kembali aqidah yg murni warisan Nabi dan para salafus sholih ini di dalam jiwa-jiwa generasi Islam kini dan mendatang.

    Wallahul haadi ila sabilir rosyaad. Wal ilmu indallah.

  7. Abdulah
    Maret 15, 2011 pukul 1:26 am

    Saya sangat setuju dgn Ustad,Teruskan perjuangan Anda utk menyadarkan kaum Wahabi yg ingin menghancurkan kerukunan beragama, khususnya Islam di Indonesia.
    Komentar2 yg tdk menyukai tulisan ustad jadikan sbg kritik membangun.
    Akan banyak kaum Wahabi yg ‘terancam’ dgn tulisan2 Ustad.
    Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah golongan yg sangat menhormati Rasullulah,Keluarga,Ahlul Bait dan Ulama2 Sholeh yg menggunakan dakwah dgn Ahlakul Karimah, bkn dgn Kekerasan, apalagi menghalalkan membunuh tanpa tujuan yg jelas.Sy mohon ijin utk link tulisan2 ustad agar lebih dikenal oleh warga muslim, khusunya di Indonesia.Semoga berkah & lindungan Allah SWT senantiasa bersama Ustad sekeluarga.

  8. Aghus Wiyoto
    April 19, 2011 pukul 10:36 pm

    Perselisihan & perdebatan antar firqah dalam Islam telah terjadi sejak ratusan tahun yg lalu, dimulai stlh berakhirnya era kejayaan Khulafaurrasyidin. Bhkn pd masa itu perselisihannya demikian keras krn terkait pula dgn masalah politik. Tdk sedikit ulama yg mestinya harus dipatuhi & dihormati wafat melalui hukuman mati hny krn ajaran atau alirannya tdk sesuai dgn yg dianut oleh penguasa. Saya memahami tulisan2 Sdr. Admin sbg bentuk reaksi atau “counter” trhdp tulisan2 sejenis yg berisi hujatan & propaganda yg meresahkan mayoritas umat Islam di Indonesia yg sblmnya hidup dgn tenang & damai tnpa dibingungkan dgn pemahaman2 baru yg blm tentu lebih tinggi tingkat kebenarannya. Wallahu a’lam.

  9. September 21, 2011 pukul 9:55 am

    sebarkan… barakallah fikum

  10. September 21, 2011 pukul 10:27 am

    amin… Barakallah fikum

  11. Cah ngarit
    Oktober 29, 2011 pukul 4:31 am

    Memang sgt brbahaya, karena letak bahayanya di sini, saya ibaratkan, silahkan lah minum susu, tp jgn menyalahkan yg minum kopi, silahkan wahai engkau wahabi, untk tidak bertawasul, berziarah, tp jgnlah menyalahkan yg berziarah, krn kanjeng Nabi SAW, jg pernah mendoakan orang di kuburan, dan silahkan engkau tdk bertawasul, tp jgn salahkan orang yg bertawasul, krn dlm hadist, Mbah Nabi ADAM jg bertawasul..

  12. imamsofwan
    Juni 14, 2012 pukul 11:55 am

    ahlusunnah saat ini butuh orang2 yang kreatif menulis seperti antum ya ustadz, terkait masalah2 agama khususnya hal2 yang sering dipermasalahkan oleh orang2 salafy. terbukti mereka sangat kreatif dalam segala hal sehingga hampir2 semua toko buku diisi oleh penulis kelompok salafy. untuk para pembela aswaja yang punya kemampuan menulis dan pemahaman yang komprehensif terhadap agama ini tidak lagi harus bicara menggunakan alasan klasik seperti itu masalah khilafiyah, sudah ketinggalan jaman bicara masalah itu dan kata2 semisalnya. sebab sekalipun memang benar perkara yang dibahas sesuatu yg sudah basi, tetapi generasi/ orang2 yang hidup sekarang bukanlah pelaku jaman dulu sehingga mereka tidak tahu apa yang telah terjadi di masa yang lalu. dan saat mereka mempunyai ghairah untuk belajar agama, maka mereka akan datang ke toko buku dan membeli buku2 agama yang mereka perlukan dan mereka tidak mendapatkan buku kecuali buku2 terbitan kelompok salafy/wahabi.

  13. mbah joo mereng
    Juli 19, 2013 pukul 9:16 pm

    apa bedanya wahabi dengan syi’ah …….. yg dibahas kok cuma wahabi ..sekali kali ungkap juga kesesatan syi’ah ….

  1. Oktober 29, 2012 pukul 9:36 pm

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: