Dijual; Tasawwuf Ibn ‘Arabi (Studi Komprehensif Tasawuf Sunni)

Juni 29, 2011 12 komentar

segera dapatkan dengan harga spesial, hubungi saya/penulis di email: aboufaateh@yahoo.com
Bagi yang berminat bisa berkirim surat di email saya; aboufaateh@yahoo.com

Tasawwuf Ibn ‘Arabi
(Studi Komprehensif Tasawuf Sunni)

Daftar Isi¬_,
Kata Pengantar_,
Pengantar Penulis_,

Bab I Definisi Tasawuf, Hulûl, Wahdah Al-Wujûd Dan Cakupannya
a. Pengertian Tasawuf, Sejarah Penamaan dan Ajaran-ajarannya_,
b. Ajaran Tasawuf di Masa al-Khulafâ’ al-Râsyidîn_,
c. Landasan Tasawuf; Ilmu dan Amal_,
d. Di Antara Pokok-Pokok Ajaran Kaum Sufi_,
e. Sanad Ajaran Kaum Sufi Dan Khirqah Mereka_,
f. Definisi Yang Salah Tentang Syari’at Dan Hakekat_,
g. Kisah Yang Benar Tentang Nabi Musa Dan Nabi Khadlir_,
h. Kritik Terhadap Pembagian Tasawuf Kepada Akhlaqi Dan Falsafi_,
i. Fenomena Syathahât; Antara Wali Shâhî Dan Wali Jadzab_,
j. Pendapat Mayoritas Ulama Sufi Tentang Al-Hallâj_,
k. Tinjauan Historis Dan Definisi Akidah Hulûl, Dan Wahdah al-Wujûd_,
l. Dasar Akidah Kaum Sufi_,
m. Bantahan Terhadap Kelompok Anti Tasawuf_,

Bab II Biografi Imam Muhyiddin Ibn ‘Arabi
a. Nama dan Kelahiran Ibn ‘Arabi_,
b. Keluarga Ibn ‘Arabi_,
c. Perjalanan Ilmiah Ibn ‘Arabi_,
d. Guru-guru Ibn ‘Arabi_,
e. Tahun Wafat Ibn ‘Arabi_,
f. Karya-karya Ibn ‘Arabi_,
Baca selengkapnya…

Kategori:Tidak Dikategorikan

Kaum Wahabi Telah Mengkafirkan Sahabat Abdullah Ibn Umar, Imam al Bukhari, Dan imam Mereka Sendiri; Ibnu Taimiyah [Ini Buktinya]

September 7, 2010 14 komentar

al Hamdu Lillah, wa ash Shalat Wa as Salam Ala Rasulillah Muhammad,

al Mujassim Ahmad Ibn Taimiyah (w 728 H); imam terkemuka kaum Wahabi, menulis buku berjudul “al Kalim ath Thayyib”. Lihat, ia menamakan karyanya tersebut dengan “al Kalim ath Thayyib”; artinya “KATA-KATA YANG BAIK”. Dalam buku itu, cet. Dar al Kutub al Ilmiyyah Bairut Lebanon, t. 1417, h. 123, Ibn Taimiyah menuliskan riwayat sebagai berikut:

“Dari al Haitsam ibn Hanasy, berkata: “Dahulu, ketika kami duduk di -majelis- sahabat Abdullah ibn Umar ibn al-Khath-thab (semoga ridla Allah selalu tercurah baginya), tiba-tiba kaki beliau terkena “kahdir”; yaitu semacam lumpuh tapi sesaat (tidak permanen), lalu ada seseorang berkata kepadanya: “Sebutkanlah orang yang paling engkau cintai?? Maka sahabat Abdullah ibn Umar berkata: “Yaa Muhammad….”. Kemudian saat itu pula beliau langsung sembuh dari sakitnya tersebut; seakan ia telah terlepas dari ikatan”. Baca selengkapnya…

Kategori:Tidak Dikategorikan

Bahkan Imam Ahlussunnah Terkemuka Sekelas Ibn Hajar al-Asqalani Dituduh Sesat Oleh Kaum Wahabi!!! Na’udzu Billah!!

Juli 8, 2010 14 komentar

Silahkan kunjungi blog/web berikut ini, sangat penting untuk memperdalam aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah dan membongkar aqidah sesat semacam Wahabi; klik

Malasah yang paling banyak mendapat pengingkaran keras dari kaum Musyabbihah [kaum Wahabi di masa sekarang] yang sangat benci terhadap Ilmu Kalam adalah pembahasan nama-nama atau sifat-sifat Allah. Mereka seringkali mengatakan bahwa ungkapan istilah-istilah seperti al-jism (benda/tubuh), al-hadaqah (kelopak mata), al-lisan (lidah), al-huruf (huruf), al-qadam (kaki), al-jauhar (benda), al-‘ardl (sifat benda), al-juz’ (bagian), al-kammiyyah (ukuran) dan lain sebagainya, dalam pembahasan tauhid adalah perkara bid’ah. Mereka mengatakan bahwa dalam mentauhidkan Allah tidak perlu mensucikan Allah dari istilah-istilah tersebut. Menurut mereka pembahasan seperti itu bukan ajaran tauhid yang diajarkan Rasulullah, dan karenanya, -menurut mereka-, hal semacam itu bukan merupakan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Baca selengkapnya…

Bukti Aqidah Imam Abu Hanifah “ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH”, (Mewaspadai Ajaran Sesat Wahabi)

Juli 1, 2010 11 komentar

Terjemah:

Lima: Apa yang beliau (Imam Abu Hanifah) tunjukan –dalam catatannya–: “Dalam Kitab al-Fiqh al-Absath bahwa ia (Imam Abu Hanifah) berkata: Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu”. Dialah yang mengadakan/menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, oleh karenanya maka tempat dan arah itu bukan sesuatu yang qadim (artinya keduanya adalah makhluk/ciptaan Allah). Dalam catatan Imam Abu Hanifah ini terdapat pemahaman2 penting:

  1. Terdapat argumen bahwa seandainya Allah berada pada tempat dan arah maka berarti tempat dan arah tersebut adalah sesuatu yang qadim (tidak memiliki permulaan), juga berarti bahwa Allah adalah benda (memiliki bentuk dan ukuran). Karena pengertian “tempat” adalah sesuatu/ruang kosong yang diwadahi oleh benda, dan pengertian “arah” adalah puncak/akhir penghabisan dari tujuan suatu isyarat dan tujuan dari sesuatu yang bergerak. Dengan demikian maka arah dan tempat ini hanya berlaku bagi sesuatu yang merupakan benda dan yang memiliki bentuk dan ukuran saja; dan ini adalah perkara mustahil atas Allah (artinya Allah bukan benda) sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan yang lalu. Oleh karena itulah beliau (Imam Abu Hanifah berkata: “Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu sesuatu”.
    Sementara apa yang disangkakan oleh Ibn Taimiyah bahwa arsy adalah sesuatu yang qadim (tidak bermula) adalah pendapat SESAT, sebagaimana kesesatan ini telah dijelaskan dalam Kitab Syarh al-Aqa’id al-‘Adludliyyah.
  2. Sebagai jawaban bahwa Allah tidak dikatakan di dalam alam adalah oleh karena mutahil Allah berada di dalam susuatu yang notabene makhluk-Nya. Dan bahwa Allah tidak dikatakan di luar alam adalah oleh karena Allah ada (tanpa permulaan) sebelum adanya segala makhluk, dan Dia ada sebelum adanya segala tempat dan arah. Karena itulah beliau (Imam Abu Hanifah berkata: “Dia (Allah) adalah Pencipta segala sesuatu”.

Keterangan:
Kitab ini berjudul Isyarat al-Maram Min ‘Ibarat al-Imam adalah karya Imam al-Bayyadli. Isinya adalah penjelasan aqidah yang diyakini oleh Imam Abu Hanifah sesuai risalah2 yang ditulis oleh Imam Abu Hanifah sendiri.

Penjelasan Tentang Riddah (Keluar Dari Islam) Dari Berbagai Kitab Para Ulama 4 Madzhab [Supaya Kita Selalu Terhindar Dari Kufur]

Juni 6, 2010 8 komentar

الردة
الردة وهي قطع الإسلام، وتنقسم إلى ثلاثة أقسام: أفعال وأقوالٌ واعتقادات كما اتَّفقَ على ذلك أهل المذاهب الأربعة وغيرهم، كالنووي (ت676 هـ) وغيره من الشافعية، وابن عابدين ( ت 1252 هـ ) وغيره من الحنفية، ومحمد عليش ( ت1299 هـ ) وغيره من المالكية، والبهوتي ( ت 1051 هـ) وغيره من الحنابلة.

Riddah
Riddah adalah memutuskan Islam. Riddah terbagi kepada tiga macam; riddah (keluar dari Islam) karena perbuatan, karena perkataan dan karena keyakinan. Pembagian ini telah disepakati oleh para ulama dari empat madzhab dan lainnya; seperti, al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dan lainnya dari ulama madzhab Syafi’i, al-Imam Ibn Abidin (w 1252 H) dan lainnya dari ulama madzhab Hanafi, Syekh Muhammad Illaisy (w 1299 H) dan lainnya dari ulama madzhab Maliki, dan al-Imam al-Buhuti (w 1051 H) dan lainnya dari ulama madzhab Hanbali. Baca selengkapnya…

Para Ulama Ahlussunnah Memerangi Ibn Taimiyah [Mengenal “Tiang Utama” Ajaran Sesat Wahabi]

Juni 1, 2010 15 komentar

Para Ulama Telah Membantah Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab; Perintis Gerakan Wahhabi. Klik gambar!!!!Ibn Taimiyah (w 728 H) adalah sosok kontroversial yang segala kesesatannya telah dibantah oleh berbagai lapisan ulama dari empat madzhab; ulama madzhab Syafi’i, ulama madzhab Hanafi, ulama madzhab Maliki, dan oleh para ulama madzhab Hanbali. Bantahan-bantahan tersebut datang dari mereka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri maupun dari mereka yang datang setelahnya. Berikut ini adalah di antara para ulama tersebut dengan beberapa karyanya masing-masing :

  1. Al-Qâdlî al-Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (w 733 H).
  2. Al-Qâdlî Ibn Muhammad al-Hariri al-Anshari al-Hanafi.
  3. Al-Qâdlî Muhammad ibn Abi Bakr al-Maliki.
  4. Al-Qâdlî Ahmad ibn Umar al-Maqdisi al-Hanbali. Ibn Taimiyah di masa hidupnya dipenjarakan karena kesesatannya hingga meninggal di dalam penjara dengan rekomedasi fatwa dari para hakim ulama empat madzhab ini, yaitu pada tahun 726 H. Lihat peristiwa ini dalam kitab ‘Uyûn at-Tawârikh karya Imam al-Kutubi, dan dalam kitab Najm al-Muhtadî Fî Rajm al-Mu’tadî karya Imam Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi. Baca selengkapnya…

Siapakah Ibn Qayyim al-Jawziyyah? [Mengenal Salah Satu “Tiang” Aqidah Sesat Wahabi]

Juni 1, 2010 6 komentar

al-Wajh Pada Hak Allah Bukan Dalam Makna Muka Atau Anggota Badan (Mewaspadai Aqidah Sesat Wahabi). Kaum Wahabi berkeyakinan sesat mengatakan ALlah bertempat di atasy arsy, lalu pada saat yang sama mereka juga mengatakan Allah bertempat di langit, di dua tempat heh!!! Na'udzu Billah. Ingat, Aqidah Rasulullah, keluarga, para sahabat, dan mayoritas umat Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah berkeyakinan bahwa ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH. Waspadai ajaran sesat Wahabi, klik gambar!!!!!

al-Wajh Pada Hak Allah Bukan Dalam Makna Muka Atau Anggota Badan (Mewaspadai Aqidah Sesat Wahabi). Kaum Wahabi berkeyakinan sesat mengatakan ALlah bertempat di atasy arsy, lalu pada saat yang sama mereka juga mengatakan Allah bertempat di langit, di dua tempat heh!!! Na'udzu Billah. Ingat, Aqidah Rasulullah, keluarga, para sahabat, dan mayoritas umat Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah berkeyakinan bahwa ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH. Waspadai ajaran sesat Wahabi, klik gambar!!!!!

Ia bernama Muhammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub az-Zar’i, dikenal dengan nama Ibn Qayyim al-Jawziyyah, lahir tahun 691 hijriyah dan wafat tahun 751 hijriyah. Al-Dzahabi dalam kitab al-Mu’jam al-Mukhtash menuliskan tentang sosok Ibn Qayyim sebagai berikut:

“Ia tertarik dengan disiplin Hadits, matan-matan-nya, dan para perawinya. Ia juga berkecimpung dalam bidang fiqih dan cukup kompeten di dalamnya. Ia juga mendalami ilmu nahwu dan lainnya. Ia telah dipenjarakan beberapa kali karena pengingkarannya terhadap kebolehan melakukan perjalanan untuk ziarah ke makam Nabi Ibrahim. Ia menyibukan diri dengan menulis beberapa karya dan menyebarkan ilmu-ilmunya, hanya saja ia seorang yang suka merasa paling benar dan terlena dengan pendapat-pendapatnya sendiri, hingga ia menjadi seorang yang terlalu berani atau nekad dalam banyak permasalahan” (al-Mu’jam al-Mukhtash). Baca selengkapnya…

Dari Pernyataan Ulama Ahlussunnah Dalam Menjelaskan Bahwa Allah Ada Tanpa Tempat Dan Tanpa Arah (Mewaspadai Ajaran Wahhabi)

Mei 28, 2010 7 komentar

Pernyataan Para Ulama Ahlussunnah Tentang Kekufuran Orang Yang Menetapkan Tempat Dan Arah Bagi Allah; Mewaspadai Aqidah Tasybih Sesat Yang Dipropagandakan Kaum Wahhabi; Waspadai Mereka, Jangan Sampai Merusak Generasi Kita!!!! klik gambar...

Dalam tulisan ringkas ini kita kutip pernyataan beberapa ulama dalam penjelasan dalil-dalil akal bahwa Allah tidak membutuhkan tempat dan arah, sekaligus untuk menetapkan bahwa keyakinan Allah bersemayam di ata arsy, atau bahwa Allah berada di arah atas, serta keyakinan-keyakinan tasybih lainnya adalah keyakinan batil, berseberangan dengan akidah Rasulullah dan para sahabatnya serta keyakinan yang sama sekali tidak dapat diterima oleh akal sehat. Berikut ini kita kutip pernyataan mereka satu persatu.

• al-Imam Abu Sa’id al-Mutawalli asy-Syafi’i (w 478 H) dalam kitab al-Ghunyah Fi Ushuliddin menuliskan sebagai berikut:

“Tujuan penulisan dari pasal ini adalah untuk menetapkan bahwa Allah tidak membutuhkan tempat dan arah. Berbeda dengan kaum Karramiyyah, Hasyawiyyah dan Musyabbihah yang mengatakan bahwa Allah berada di arah atas. Bahkan sebagian dari kelompok-kelompok tersebut mengatakan bahwa Allah bertempat atau bersemayam di atas arsy. Jelas mereka kaum yang sesat. Allah Maha Suci dari keyakinan kelompok-kelompok tersebut. Baca selengkapnya…

Sejarah Ringkas Muhammad ibn Abdil Wahhab Dan Gerakan Wahhabiyyah [Supaya Anda Kenal Bahwa Kaum Wahhabi Bukan Ahlussunnah]

Mei 26, 2010 9 komentar

Wahabi; anti takwil, mengartikan FAUQ hanya dalam makna ARAH ATAS saja, makanya mereka SESAT!!! Waspadai ajaran Wahabi!!! Klik gambar...

Permulaan munculnya Muhammad ibn Abdil Wahhab ini ialah di wilayah timur sekitar tahun 1143 H. Gerakannya yang dikenal dengan nama Wahhabiyyah mulai tersebar di wilayah Nejd dan daerah-daerah sekitarnya. Muhammad ibn Abdil Wahhab meninggal pada tahun 1206 H. Ia banyak menyerukan berbagai ajaran yang ia anggap sebagai berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah. Ajarannya tersebut banyak ia ambil atau tepatnya ia hidupkan kembali dari faham-faham Ibn Taimiyah yang sebelumnya telah padam, di antaranya; mengharamkan tawassul dengan Rasulullah, mengharamkan perjalanan untuk ziarah ke makam Rasulullah atau makam lainnya dari para Nabi dan orang-orang saleh untuk tujuan berdoa di sana dengan harapan dikabulkan oleh Allah, mengkafirkan orang yang memanggil dengan “Ya Rasulallah…!”, atau “Ya Muhammad…!”, atau seumpama “Ya Abdul Qadir…! Tolonglah aku…!” kecuali, menurut mereka, bagi yang hidup dan yang ada di hadapan saja, mengatakan bahwa talak terhadap isteri tidak jatuh jika dibatalkan. Menurutnya talak semacam itu hanya digugurkan dengan membayar kaffarah saja, seperti orang yang bersumpah dengan nama Allah, namun ia menyalahinya. Baca selengkapnya…

Membongkar Kesesatan Ajaran Wahabi Yang Membagi Tauhid kepada 3 Bagian; Aqidah Mereka Ini Nyata Bid’ah Sesat

Mei 9, 2010 26 komentar

Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah. Baca selengkapnya…

Dari Tulisan Imam al-Fakhr ar-Razi (606 H) Dalam at-Tasir al-Kabir; ALLAH ADA TANPA TEMPAT (Membongkar Kesesatan Aqidah Wahabi)

Mei 9, 2010 5 komentar

Sesungguhnya keyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat adalah aqidah Nabi Muhammad, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Mereka dikenal dengan Ahlussunnah Wal Jama'ah; kelompok mayoritas ummat yang merupakan al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat).

Sesungguhnya keyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat adalah aqidah Nabi Muhammad, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Mereka dikenal dengan Ahlussunnah Wal Jama'ah; kelompok mayoritas ummat yang merupakan al-Firqah an-Najiyah (golongan yang selamat).

Seorang ahli tafsir terkemuka, Imam al-Fakhr ar-Razi (w 606 H) dalam kitab tafsirnya menuliskan sebagai berikut:

“Jika keagungan Allah disebabkan dengan tempat atau arah atas maka tentunya tempat dan arah atas tersebut menjadi sifat bagi Dzat-Nya. Kemudian itu berarti bahwa keagungan Allah terhasilkan dari sesuatu yang lain; yaitu tempat. Dan jika demikian berarti arah atas lebih sempurna dan lebih agung dari pada Allah sendiri, karena Allah mengambil kemuliaan dari arah tersebut. Dan ini berarti Allah tidak memiliki kesempurnaan, sementara selain Allah memiliki kesempurnaan. Tentu saja ini adalah suatu yang mustahil”( at-Tafsîr al-Kabîr, QS. al-Baqarah: 225, jld. 4, juz 7, h. 14). Baca selengkapnya…

[PELAJARAN PENTING; MEMBONGKAR KESESATAN AQIDAH WAHABI]: Tidak Semua Makna Istawlâ atau Qahara Berindikasi Sabq al-Mughâlabah

April 28, 2010 2 komentar

Supaya Tidak Sembarang Berbicara Masalah Hukum Agama; Anda Tidak Akan Mencapai Derajat Mujtahid Maka Anda Harus Menjadi Muqallid

Supaya Tidak Sembarang Berbicara Masalah Hukum Agama; Anda Tidak Akan Mencapai Derajat Mujtahid Maka Anda Harus Menjadi Muqallid. Klik gambar!!

Sebagian kaum Musyabbihah, seperti kaum Wahhabiyyah di masa sekarang terkadang mambantah pemaknaan Istawâ dengan Istawlâ, Qahara atau Ghalaba (menguasai). Mereka lebih memilih makna Istaqarra (bersemayam atau bertempat) yang jelas tidak sesuai bagi keagungan Allah. Di antara alasan yang mereka kemukakan ialah bahwa pemaknaan Istawâ dengan Qahara dan Ghalaba memberikan indikasi adanya “pertentangan” antara Allah dengan arsy, dan kemudian Allah memenangkan “pertentangan” tersebut. Artinya, menurut mereka seakan pada awalnya Allah dikalahkan (Maghlûb), lalu kemudian Dia dapat mengalahkan (Ghâlib). Mereka memandang bahwa di sini ada pemahaman Sabq al-Mughâlabah, artinya seakan Allah dikalahkan terlebih dahulu. Baca selengkapnya…

ALLAH ADA TANPA TEMPAT; [Membongkar Aqidah Sesat Wahhabi Yang Sering Berbohong Besar Atas Nama Imam Abu Hanifah]

April 28, 2010 1 komentar

Sekilas Perkembangan Tasawuf dan Tarekat Di Indonesia (Supaya Kita Paham Bahwa Ulama Ahlussunnah Adalah Kaum Sufi Sejati). Klik gambar!!

Sekilas Perkembangan Tasawuf dan Tarekat Di Indonesia (Supaya Kita Paham Bahwa Ulama Ahlussunnah Adalah Kaum Sufi Sejati). Klik gambar!!

Suatu ketika al-Imam Abu Hanifah ditanya makna “Istawa”, beliau menjawab: “Barangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah berada di langit atau barada di bumi maka ia telah menjadi kafir. Karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya” (Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini dikutip oleh banyak ulama. Di antaranya oleh al-Imam Abu Manshur al-Maturidi dalam Syarh al-Fiqh al-Akbar, al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam Hall ar-Rumuz, al-Imam Taqiyuddin al-Hushni dalam Daf’u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad, dan al-Imam Ahmad ar-Rifa’i dalam al-Burhan al-Mu’yyad).. Baca selengkapnya…

Bantahan Terhadap Kaum Anti Takwil [ALLAH MAHA SUCI DARI TEMPAT DAN ARAH; Mewaspadai Ajaran Wahhabi]

Kaum Wahabi mengatakan bahwa Tabarruk adalah perbuatan syirik. Na'udzu Billah. Di Antara Argumen Buruk Kaum Wahhabi Tentang Tabarruk Dan Tawassul; KITA BONGKAR DI SINI.. !!!

Kaum Wahabi mengatakan bahwa Tabarruk adalah perbuatan syirik. Na'udzu Billah. Di Antara Argumen Buruk Kaum Wahhabi Tentang Tabarruk Dan Tawassul; KITA BONGKAR DI SINI.. !!!

Makna Nama Allah “al-‘Alyy” Dan Kata“Fawq” Pada Hak Allah

Kata “fawq” dalam makna zahir berarti “di atas”, dalam penggunaannya kata fawq ini tidak hanya untuk mengungkapkan tempat dan arah atau makna indrawi saja, tapi juga biasa dipakai dalam penggunaan secara maknawi; yaitu untuk mengungkapkan keagungan, kekuasaan dan ketinggian derajat. Kata fawq dengan disandarkan kepada Allah disebutkan dalam al-Qur’an dalam beberapa ayat, itu semua wajib kita yakini bahwa makna-maknanya bukan dalam pengertian tempat dan arah. Di antaranya dalam firman Allah:

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ (الأنعام: 18)

Pengertian fawq dalam ayat ini ialah bahwa Dia Allah yang maha menundukan dan maha menguasai para hamba-Nya. Kata fawq dalam ayat ini bukan untuk mengungkapkan bahwa Allah berada di arah atas dari hamba-hamba-Nya. Baca selengkapnya…

Nasehat adz-Dzahabi Terhadap Ibn Taimiyah; Bukti Pengakuan Seorang Murid Bagi Kesesatan Sang Guru

April 28, 2010 8 komentar

Bahkan Ulama Ahlussunnah Terkemuka Sekelas Imam Ibn Hajar al-Asqalani Dituduh Sesat Oleh Kaum Wahabi!!! Na'udzu Billah!!

Bahkan Ulama Ahlussunnah Terkemuka Sekelas Imam Ibn Hajar al-Asqalani Dituduh Sesat Oleh Kaum Wahabi!!! Na'udzu Billah!!

Al-Hâfizh adz-Dzahabi ini adalah murid dari Ibn Taimiyah. Walaupun dalam banyak hal adz-Dzahabi mengikuti faham-faham Ibn Taimiyah, –terutama dalam masalah akidah–, namun ia sadar bahwa ia sendiri, dan gurunya tersebut, serta orang-orang yang menjadi pengikut gurunya ini telah menjadi bulan-bulanan mayoritas umat Islam dari kalangan Ahlussunnah pengikut madzhab al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Kondisi ini disampaikan oleh adz-Dzahabi kepada Ibn Taimiyah untuk mengingatkannya agar ia berhenti dari menyerukan faham-faham ekstrimnya, serta berhenti dari kebiasaan mencaci-maki para ulama saleh terdahulu. Untuk ini kemudian adz-Dzahabi menuliskan beberapa risalah sebagai nasehat kepada Ibn Taimiyah, sekaligus hal ini sebagai “pengakuan” dari seorang murid terhadap kesesatan gurunya sendiri. Risalah pertama berjudul Bayân Zghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab, dan risalah kedua berjudul an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah Li Ibn Taimiyah. Baca selengkapnya…

Dari Tulisan Para Ulama Dalam Menjelaskan Kesesatan Akidah Hulûl dan Wahdah al-Wujûd

April 26, 2010 2 komentar

Perlu diketahui bahwa mencium tangan orang yang saleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya yang saleh adalah perkara mustahabb (sunnah) yang disukai Allah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah dan dan atsar para sahabat, yang akan kita sebutkan berikut ini.

Perlu diketahui bahwa mencium tangan orang yang saleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya yang saleh adalah perkara mustahabb (sunnah) yang disukai Allah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah dan dan atsar para sahabat, yang akan kita sebutkan berikut ini.

Dalam tinjauan al-Hafiszh as-Suyuthi, keyakinan hulûl, ittihâd atau wahdah al-wujûd secara hitoris awal mulanya berasal dari kaum Nasrani. Mereka meyakini bahwa Tuhan menyatu dengan nabi Isa, dalam pendapat mereka yang lain menyatu dengan nabi Isa dan ibunya; Maryam sekaligus. Hulûl dan wahdah al-wujûd ini sama sekali bukan berasal dari ajaran Islam. Bila kemudian ada beberapa orang yang mengaku sufi meyakini dua akidah tersebut atau salah satunya, jelas ia seorang sufi gadungan. Para ulama, baik ulama Salaf maupun Khalaf dan kaum sufi sejati dan hingga sekarang telah sepakat dan terus memerangi dua akidah tersebut. (as-Suyuthi, al-Hâwî…, j. 2, h. 130, Pembahasan lebih luas tentang keyakinan kaum Nasrani dalam teori hulûl dan Ittihâd lihat as-Syahrastani, al-Milal Wa al-Nihal, h. 178-183).

Al-Imâm al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi menilai bahwa seorang yang berkeyakinan hulûl atau wahdah al-wujûd jauh lebih buruk dari pada keyakinan kaum Nasrani. Baca selengkapnya…

Supaya Tidak Sembarangan Mengklaim Ahli Bid’ah Kepada Orang Lain (Catatan Membongkar Kesesatan Ajaran Wahabi)

April 26, 2010 4 komentar

Pengertian Bid’ah

Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Allah yang menciptakan arsy dan langit; maka mustahil Allah bertempat pada makhluk-Nya. Inilah Aqidah Rasulullah dan Salaf saleh, serta keyakinan Mayoritas Umat Islam; Ahlussunnah Wal Jama'ah. Waspadai Ajaran Wahabi yang mengatakan bahwa Allah bertempat di arsy; lalu pada saat yang sama mereka juga berkata bahwa Allah bertempat di langit. Na'udzu Billah.

Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Allah yang menciptakan arsy dan langit; maka mustahil Allah bertempat pada makhluk-Nya. Inilah Aqidah Rasulullah dan Salaf saleh, serta keyakinan Mayoritas Umat Islam; Ahlussunnah Wal Jama'ah. Waspadai Ajaran Wahabi yang mengatakan bahwa Allah bertempat di arsy; lalu pada saat yang sama mereka juga berkata bahwa Allah bertempat di langit. Na'udzu Billah.

Bid’ah dalam pengertian bahasa adalah:

مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ
“Sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya”.

Seorang ahli bahasa terkemuka, Ar-Raghib al-Ashfahani dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, menuliskan sebagai berikut:

اَلإِبْدَاعُ إِنْشَاءُ صَنْعَةٍ بِلاَ احْتِذَاءٍ وَاقْتِدَاءٍ. وَإِذَا اسْتُعْمِلَ فِيْ اللهِ تَعَالَى فَهُوَ إِيْجَادُ الشَّىْءِ بِغَيْرِ ءَالَةٍ وَلاَ مآدَّةٍ وَلاَ زَمَانٍ وَلاَ مَكَانٍ، وَلَيْسَ ذلِكَ إِلاَّ للهِ. وَالْبَدِيْعُ يُقَالُ لِلْمُبْدِعِ نَحْوُ قَوْلِهِ: (بَدِيْعُ السّمَاوَاتِ وَالأرْض) البقرة:117، وَيُقَالُ لِلْمُبْدَعِ –بِفَتْحِ الدَّالِ- نَحْوُ رَكْوَةٍ بَدِيْعٍ. وَكَذلِكَ الْبِدْعُ يُقَالُ لَهُمَا جَمِيْعًا، بِمَعْنَى الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ. وَقَوْلُهُ تَعَالَى: (قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُل) الأحقاف: 9، قِيْلَ مَعْنَاهُ: مُبْدَعًا لَمْ يَتَقَدَّمْنِيْ رَسُوْلٌ، وَقِيْلَ: مُبْدِعًا فِيْمَا أَقُوْلُهُ.اهـ
“Kata Ibda’ artinya merintis sebuah kreasi baru tanpa mengikuti dan mencontoh sesuatu sebelumnya. Kata Ibda’ jika digunakan pada hak Allah, maka maknanya adalah penciptaan terhadap sesuatu tanpa alat, tanpa bahan, tanpa masa dan tanpa tempat. Kata Ibda’ dalam makna ini hanya berlaku bagi Allah saja. Kata al-Badi’ digunakan untuk al-Mubdi’ (artinya yang merintis sesuatu yang baru). Seperti dalam firman (Badi’ as-Samawat Wa al-Ardl), artinya: “Allah Pencipta langit dan bumi…”. Kata al-Badi’ juga digunakan untuk al-Mubda’ (artinya sesuatu yang dirintis). Seperti kata Rakwah Badi’, artinya: “Bejana air yang unik (dengan model baru)”. Demikian juga kata al-Bid’u digunakan untuk pengertian al-Mubdi’ dan al-Mubda’, artinya berlaku untuk makna Fa’il (pelaku) dan berlaku untuk makna Maf’ul (obyek). Firman Allah dalam QS. al-Ahqaf: 9 (Qul Ma Kuntu Bid’an Min ar-Rusul), menurut satu pendapat maknanya adalah: “Katakan Wahai Muhammad, Aku bukan Rasul pertama yang belum pernah didahului oleh rasul sebelumku” (artinya penggunaan dalam makna Maf’ul)”, menurut pendapat lain makna ayat tersebut adalah: “Katakan wahai Muhammad, Aku bukanlah orang yang pertama kali menyampaikan apa yang aku katakan” (artinya penggunaan dalam makna Fa’il)” (Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, h. 36). Baca selengkapnya…

Yang Benar Saja Masa Memakai Tasbih Dalam Menghitung Bacaan Dzikir Dianggap Bid’ah Sesat?! (Mewaspadai Ajaran Wahhabi)

April 26, 2010 15 komentar

Beberapa Jumlah Dzikir Yang Disebutkan Dalam Sunnah

Dari Tulisan Para Ulama Dalam Menjelaskan Kesesatan Akidah Hulûl dan Wahdah al-Wujûd. Ingat, Akidah Rasulullah, salaf saleh, dan mayoritas ummat Islam; kaum Ahlussunnah Wal Jama'ah: ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH.

Dari Tulisan Para Ulama Dalam Menjelaskan Kesesatan Akidah Hulûl dan Wahdah al-Wujûd. Ingat, Akidah Rasulullah, salaf saleh, dan mayoritas ummat Islam; kaum Ahlussunnah Wal Jama'ah: ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH.

Dalam beberapa hadits disebutkan tentang berapa jumlah dzikir yang dianjurkan untuk dibaca di dalam shalat, setelah shalat atau di luar shalat. Mulai dari bacaan 1 kali, 3 kali, 7 kali, 10 kali, 33 kali dan lainnya. Berikut ini akan disebutkan jumlah-jumlah yang secara jelas dianjurkan dalam beberapa hadits untuk dibaca lebih dari seratus kali. Sekaligus ini sebagai bantahan atas sebagian orang di masayarakat kita yang “mengharamkan” membaca dzikir dengan hitungan-hitungan tertentu.
Yang sangat ironis adalah bahwa di antara mereka yang “mengharamkan” membaca dzikir dengan hitungan-hitungan tertentu ada yang mengaku dirinya sebagai ahli hadits, lalu ia mengatakan bahwa jumlah bilangan terbanyak untuk dzikir yang disebutkan dalam sunnah adalah seratus kali saja. Karena itu, menurutnya, jika seseorang membaca dzikir tertentu dengan hitungan lebih dari seratus kali maka hukumnya haram. Hasbunallah Baca selengkapnya…

Sekilas Perkembangan Tarekat Dan Tasawuf Di Indonsia (Supaya Kita Paham Bahwa Ulama Ahlussunnah Adalah Kaum Sufi Sejati)

April 26, 2010 4 komentar

Bismillâh ar-Rahman al-Rahîm.

al-Imam al-Hafizh Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf al-Syaibi al-Harari

al-Imam al-Hafizh Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf al-Syaibi al-Harari

Segala puji Allah Tuhan sekalian alam. Dia tidak menyerupai apapun dari makhluk-Nya. Dia tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Dan siapapun dari makhluk-Nya selalu membutuhkan kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad, Nabi pembawa wahyu dan kebenaran.

Dalam peta Indonesia, paling tidak ada tiga hal yang membuat penyebaran agama Islam cukup unik untuk dikaji.

Pertama; Secara geografis wilayah nusantara sangat jauh dari negara-negara Arab sebagai pusat munculnya dakwah Islam. Jaringan informasi dari satu wilayah ke wilayah lain saat itu sangat membutuhkan waktu dan tenaga. Namun demikian perkembangan Islam di Nusantara pada awal kedatangannya sangat pesat, mungkin melebihi penyebaran ke wilayah barat dari bumi ini. Baca selengkapnya…

Memakai Hirz Atau Ta’widz Adalah ajaran Dan Tradisi Ulama Salaf; Dengan Dasar Yang Kuat (Mewaspadai Ajaran Wahhabi Yang Mengharamkannya)

April 24, 2010 5 komentar

segala apa yang terlintas dalam hatimu tentang Allah maka Allah tidak seperrti demikian itu

segala apa yang terlintas dalam hatimu tentang Allah maka Allah tidak seperrti demikian itu

Di antara keganjilan golongan Wahabi bahwa mereka mengharamkan memakai hirz yang isi di dalamnya hanya ayat-ayat al Qur’an atau bacaan-bacaan dzikir kepada Allah, mereka bahkan memutus hirz-hirz tersebut dari leher orang yang memakainya dengan mengatakan: “ini adalah perbuatan syirik”, terkadang mereka tidak segan-segan memukulnya. Kita katakan: Bagaimana penilaian kalian terhadap sahabat Abdullah ibn ‘Amr ibn al ‘Ash dan para sahabat lainnya yang telah mengalungkan hirz-hirz tersebut pada leher anak-anak mereka yang belum baligh, apakah kalian akan memvonis para sahabat tersebut dengan syirk ?!!!, lalu apa yang hendak kalian katakan tentang Imam Ahmad, Imam Ibn Mundzir yang telah membolehkan hirz? Baca selengkapnya…